Faktor
Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian
Faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan
pertanian seperti di atas kiranya dapat dikelompokkan menjadi 10 faktor penting
yang sering terjadi di suatu wilayah antara lain:
1.
Faktor Ekonomi
Pendapatan hasil pertanian (terutama
padi) masih jauh lebih rendah, karena kalah bersaing dengan yang lain (terutama
non pertanian)seperti usaha industry dan perumahan dll. Hal inilah yang
mendorong mereka tertarik pada usaha lain di luar pertanian seraya
berpengharapan pendapatannya mudah meningkat (walaupun belum tentu karena
mayoritas ketrampilannya masih minim) dengan mengganti lahan pertanian (sawah)
menjadi lahan non pertanian.
2.
Faktor Demografi
Dengan semakin bertambahnya penduduk
(keturunan), berarti generasi baru memerlukan tempat hidup (tanah) untuk usaha
yang diambil dari lahan milik generasi tua atau tanah Negara. Hal ini jelas
akan menyempitkan/mengurangi luas tanah secara cuma-cuma disamping adanya
keinginan generasi berikutnya merubah lahan pertanian yang sudah ada.
3. Faktor Pendidikan dan IPTEKS
Dengan minimya pendidikan karakter
(mental baja terhadap setiap usaha yang diinginkan) dan minimnya IPTEKS yang
dimiliki mayoritas rakyat Indonesia, maka sering terjadinya sebagian masyarakat
cenderung mengambil jalan pintas dalam mengatasi masalah seperti usaha seadanya (mengeksploitasi lahan
pertanian hingga tidak produktif/rusak, menjual tanah, merubah lahan pertanian
ke non pertania)tanpa memikirkan dampak untung dan ruginya, sehingga manakala
terjadi masalah maka kerugian yang di dapat (menderita).
4. Faktor Sosial dan Politik
Faktor sosial yang
merupakan pendorong alih fungsi lahan antara lain: perubahan perilaku, konversi
dan pemecahan lahan, sedangkan sebagai penghambat alih fungsi lahan adalah
hubungan pemilik lahan dengan lahan dan penggarap. Faktor politik dapat dilihat dari dinamika perkembangan masyarakat
sebagai efek adanya otonomi daerah dan dinamika perkembangan masyarakat dunia ,
tentunya ingin menuntut hak pengelolaan tanah yang lebih luas dan nyata
(mandiri), sehingga disini dapat timbul keinginan adanya upaya perubahan tanah
pertanian (alih fungsi lahan pertanian).
5. Perubahan Perilaku
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (alat
komunikasi, transportasi, informasi radio, tayangan TV, berita teman dll) yang
pernah diketahui/dilihat sebagian besar masyarakat (petani) dapat berpengaruh
terhadap perubahan sikap yang
berlebihan. Misalnya melihat orang yang bekerja kantoran
kelihatan lebih enak, cakep dan penghasilan tinggi dibanding kerja sebagai
petani nampak lusuh, kotor, sengsara, tidak keren, terasing dan penghasilannya
rendah, terimanya penghasilan tidak rutin (nunggu beberapa waktu/musim
panen)dll.
6.
Konversi dan pembagian lahan
pertanian
Keinginan untuk mengadakan konversi dan
pembagian lahan pertanian dapat menyebabkan terjadinya perubahan hak
kepemilikan tanah atau hak pengelolaan tanah, sehingga yang terjadi dapat
berubahnya lahan pertanian menjadi non pertanian atau pengurangan (penyempitan)
lahan pertanian.
7.
Hubungan pemilik lahan dengan
lahan dan penggarap
Hubungan pemilik lahan dengan lahan dan
penggarap dalam konteksnya adalah pemilik lahan merasa lahannya sebagai warisan
dari orang tuanya, wahana berbagi rasa dengan penggarapnya, sehingga lahan
tersebut perlu dipertahankan walaupun dengan resiko nilainya semakin menurun
jika tidak ada upaya pengelolaan yang bagus (tidak ramah lingkungan) akibatnya
kondisi lahan terus merosot bahkan terjadi kerusakan.
8. Otonomi Daerah dan Perkembangan Masyarakat Dunia
Adanya kebijakan otonomi daerah menuntut pemerintah
daerah dan masyarakatnya agar lebih luas dan mandiri dalam setiap pengelolaan
potensi daerah (tidak terkecuali pemanfaatan lahan pertanian). Hal ini jelas
menuntut adanya konsekwensi perubahan tentang status kepemilikan maupun
pengelolaan tanah pertanian yang ujungnya tentunya ingin mengadakan upaya
mengalihkan fungsi lahan pertanian (sawah), walaupun harus melalui konflik/ketegangan
dengan berbagai fihak.
9. Faktor Kelembagaan
Kelembagaan petani seperti Himpunan Kerukunan
Tani (HKTI), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dll terasa belum mempunyai
kekuatan dan peran yang mantap terhadap anggotanya maupun dalam hubungannya dengan
pihak pemerintah, maupun pihak lain yang terkait. Misalnya terjadi oleh adanya
masalah internal (primordial) seperti anggota (pengurus ) yang beragam
(pengurusnya beragam latar belakang, maupun sebagian besar anggotanya miskin)
serta tidak dapat berkomitmen dalam persatuan demi kemajuan organisasi dan
anggotanya, dengan lebih banyak mementingkan pribadi/golongannya, sehingga yang
terjadi melemahkan kekuatan organisasi atau lemah dalam posisi tawar terutama
dengan pemerintah sebagai mitra kerjanya lebih-lebih seharusnya dapat menjadi
orangtuanya. Padahal pemerintah seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap
kehidupan sekaligus kemajuan organisasi
ini. Posisi tawar yang dimaksud salah satunya menyangkut pengendalian
kestabilan harga bahan pangan (makanan pokok misal beras). Setiap ada gejolak
kenaikan harga sembako, maka para konsumennya mengeluh karena menurutnya akan menyebabkan kenaikan harga
barang/kebutuhan lainnya sehingga menyebabkan pengeluaran biayanya semakin
tinggi.
10. Faktor Instrumen Hukum dan Penegakannya
Sebenarnya telah banyak instrument
hukum yang telah dibuat oleh pemerintah untuk mengendalikan atau menghambat
laju terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Secara kongkrit UU yang dimaksud
telah terbit diawali ketika bangsa Indonesia belum lama merdeka, yakni:
Undang-Undang yang menyangkut keagrariaan No.5/1960 tentang Pertaturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang mengatur kepemilikan lahan (land reform, lahan
ingendom dll) maupun untuk mengelolanya baik oleh Negara dan warganya; UU
No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem; UU
No.41/2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Tentunya UU tsb
harus benar-benar dapat mengatur pembangunan ekonomi (industry) yang tetap
berbasis produksi pertanian.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Nyak Ilham, Yusman Syauki, Supeno Friyatno.
2010 Perkembangan dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Serta Dampak Ekonominya. Puslitbang Sosek
Pertanian Bogor dan Dep.Ilmu-Ilmu Sosek Pertanian IPB Bogor.